Senin, 27 Februari 2012

Hujan Sore Ini dan Kamu



Rinai hujan kembali jatuh sore ini, berderai membasahi bumi, dan aku berdiri dibawah rinainya. Menatapmu dari kejauhan yang sedang bercanda tawa bersama perempuan yang akan kutemui sore ini.
"ternyata kamu pengantin prianya",bisikku pada hujan.

Hujan sore ini dan kamu membuat pikiranku mengembara ke masa sepuluh tahun yang lalu ketika aku dan kamu masih mengenakan seragam putih abu-abu. Masih jelas dalam ingatanku sore itu cakrawala tak bersahabat, awan hitam pekat menjadi pemandang sore ketika kamu membuatku menangis. Sore dimana kamu mengucapkan selamat tinggal padaku. Di bwah rinai hujan dan dingin menusuk tulang, kamu  pergi meninggalkan aku sendiri disana. Dan kamu pergi dengan membawa sebagian dari jiwaku. Sakit dan perih yang ku rasakan ketika kamu tak lagi berpaling ketika aku mengungkapkan sebuah fakta bahwa aku sedang mengandung anakmu. Itu terakhir kalinya aku melihatmu.

Semuanya berlalu begitu saja, hidup terus berjalan walaupun aku harus tanpamu, aku mencoba bangkit dari keterpurukanku demi sebuah nyawa yang di tiupkan Tuhan kedalam rahimku. Dengan segenap hatiku aku berjanji akan menjaga dan merawat titipan Nya yang akan mewarnai hari-hari baruku. Kini ia tumbuh menjadi anak laki-laki yang cerdas sepertimu, meskipun tanpa mu (ayahnya) ia tumbuh dengan kasih sayang cukup dariku .  Aku bangga pada pangeran kecilku,  ia mirip sekali dengan mu, menyukai hujan dan menari-nari dibawah rianinya. Ia bernama Rico, ia yang selalu mengingatkanku padamu lelaki penyuka hujan.

Lamunanku buyar, aku sontak terkejut bukan karena petir yang mengiringi hujan sore ini, tapi karena teriakan perempuan itu yang menarikku kembali ke masa sekarang. Hingga detik ini aku masih tak percaya kamu berada di hadapanku menikmati hujan yang sama denganku.

"Mbak Devita, ayo masuk",teriak perempuan yang bersamamu sore ini.
Sebenarnya aku ragu untuk melangkahkan kakiku menemui kalian, aku masih belum siap dengan situasi ini. Ingin rasanya aku berlari dan menghindari pertemuan ini, tapi sekali lagi ku tekankan pada diriku bahwa aku datang kesini untuk urusan pekerjaan. Sudah selayaknya sebagai seorang pebisnis aku harus bersikap profesional.

Aku tarik nafas dalam-dalam, Sebisa mungkin aku berusaha untuk menebarkan senyum, walaupun perih itu kembali kurasakan dihatiku. Kembali kubisikan pada hujan.
"aku harus bisa menghadapi ini dengan tenang"
Aku melangkah mendekatimu, kulihat sekilas di wajahmu yang pucat pasi. Dibenakmu pasti kamu tak pernah menyangka akan bertemu lagi dengan diriku.  IBukan sebuah kebetulan tapi ini adalah takdir Tuhan, Aku dan Kamu kembali di pertemukan di bawah riani hujan sore ini.

"Hai Zen....maaf saya terlambat",ujarku pada perempuan yang ada di sampingmu itu.
"nggak apa-apa kok mbak, aku juga barusan datang kok",ujarnya ramah.Oh ya, mbak devita kenalkan ini pengantin prianya, sayang ini mbak devita yang merancang gaun pernikahan kita",ucap perempuan yang sering ku sapa Zen itu.
"hallo, kenalkan saya devita",sapaku mengulurkan tanganku padamu yang tengah menatapku tanpa berkedip sedetikpun.
"sayang....",hingga suara zen  membuatmu kembali bisa mengontrol dirimu.
"saya Rico",ucapmu dengan suara bergetar lalu menunduk.

Aku dan kamu harus beradegan bak aktor sinetron dihadapan Zen seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa diantara kita, hanya hujan yang tahu tentang kisah kita.



0 komentar:

Posting Komentar