Selasa, 12 Juni 2012

Love Our Planet





Global Warming, sebuah kalimat simple tetapi memiliki dampak besar terhadap kelangsungan hidup di bumi. Semua itu terjadi dan akan semakin memburuk selama kita masih bisa bernafas dan jantung kita berdegup. Setiap pagi saat berangkat ke kantor, kalian semua pasti sering mendapati kejadian berikut menemukan tebalnya asap-asap kendaraan yang meng-emisi gas CO dan Pb berbahaya bagi kesehatan kita. CO yang masuk dalam darah dan bergabung dengan Hemoglobin sehingga mengganggu fungsi utamanya dalam pengikatan Oksigen sedangkan Pb  merupakan logam berat yang membahayakan otak. Ditambah dengan asap dari industri terlontar ke udara, yang sanggup memecah lapisan ozon memperparah keaadan bumi, tempat tinggal kita.
Lubang lapisan ozon di antartika semakin menganga, mempersilahkan sinar UV masuk melalui lubang itu tanpa di filter terlebih dahulu. Tak lama ini seorang ilmuwan menemukan salah satu tanjung di antartika menghilang karena mencair. Hiii…membayangkan saja sudah sangat mengerikan.
Dengan adanya berita-berita di Televisi mengenai bencana alam banjir, Tsunami, Tanah Longsor, Badai yang melanda, harusnya kita sebagai manusia menyadari bahwa hal ini merupakan salah satu dampak dari perubahan keseimbangan lingkngan akibat pemansan global. Saat ini seakan bumi sedang marah pada manusia yang mengambil kekayaanya dengan serakah dan tidak bertanggung jawab. Penebangan liar hutan-hutan, pembuangan limbah ke sungai, pembalakan liar hutang mangrove merupakan beberapa contoh tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab.
Dari tulisan saya di atas, pertanyaan saya, “Dengan banyaknya isu lingkungan yang sering kita dengar, apa kontribusi kita terhadap bumi dan apa yang seharusnya kita lakukan?”
Sudahkan kita membuang sampah pada tempatnya?
Sudahkan kita melakukan penghematan energy  (mengurangi penggunaan BBM, Air, dll)?
Sudahkah kita menjaga dan melestarikan lingkungan kita, serta tidak melakukan perusakan lingkungan?
Bukan aku sok paham dan sok mengerti dengan masalah lingkungan, aku hanya ingin mengajak kalian semua ikut berupaya untuk menyelamatkan bumi kita. Aku sendiri mulai sadar pentingnya meningkatkan kepedulian kita terhadap lingkungan semenjak bergabung dengan komunitas pecinta lingkungan di kantorku, yang saat ini sedang gencar mengkampanyekan “GO GREEN” di lingkungan sekitar. So, ndak ada salahnya kan kalau aku juga melakukan kampanye di sini untuk mengajak kalian semua agar lebih peduli sama lingkungan sekitar. 
Kasihan bumi kita, Mulai sekarang buang sampah jangan sembarangan ya!!
Lebih baik naik kendaraan umum, jalan kaki, atau bersepeda (itung-itung olahraga) kalau jarak yang di tempuh tidak telalu jauh :D
Nanam pohon di rumah karena daun dari pepohonan dapat menyerap emisi CO2 dari pembakaran mesin.
Usahakan mengurangi penggunaan Plastik (kresek)
Terakhir, Ayo kawan berikan kontribusimu untuk bumi dengan melakukan hal-hal simple di atas!!! 


Selamat Makan Siang!!!

-Strawberry-

Minggu, 10 Juni 2012

Berhanti Bekerja Atau Menjadi Ibu Rumah Tangga



Tidak sedikit perempuan yang ingin menunjukkan eksistensi dengan berkarier, terutama di kota-kota besar. Pendapatan yang didapat setiap bulan merupakan salah satu kebanggaan dari seorang perempuan agar bisa disebut dirinya sebagai perempuan yang mandiri. Namun hal ini terkadang berbenturan dengan peran lain perempuan yang sudah terikat dengan pernikahan. Otomatis kewajiban dan peran perempuan menjadi berlipat. Terlebih jika sudah memiliki keturunan. Tak banyak perempuan yang mengaku mengalami dilema ketika harus memutuskan untuk tetap berkarier atau mengabdi menjadi istri dan ibu di dalam rumah. 

Seperti yang saat ini sedang ku alami, ketika tunanganku membahas mengenai kehidupan kami nanti pasca menikah. Dia memintaku untuk berhenti bekerja saja dan mengabdi menjadi istri dan ibu untuk keluarga baru kami kelak. Jujur saja aku sedikit shock atas permintaan tunanganku tersebut, bagaikan godam besar membentur kepalaku, sulit kupercaya keinginan itu meluncur dari lelaki yang Insyallah akan menikahiku sekitar tiga bulan lagi.

Kalau bicara tentang kodrat perempuan, memang benar sudah jelas di atur di dalam Agama kita bahwa sudah menjadi kewajiban seorang perempuan untuk mengabdi kepada suami dan bertanggung jawab penuh terhadap keturunannya. Dan bukanya aku ingin melanggar kodratku sebagai seorang perempuan. Tapi masalahnya, hal itu bukanlah perkara mudah untuk mengambil keputusan berhenti berkarier. Selain dibutuhkan kesiapan mental dalam menghadapai masa transisi dari dunia kerja ke dunia rumah, kehilangan pendapatan merupakan masalah yang perlu dipertimbangkan lagi.

Baiklah, aku akan menjelaskan satu per satu alasanku tersebut, mengapa aku belum mau meluluskan permintaannya saat ini.  Aku berharap tunanganku membaca tulisan ini, dan dia mengerti serta memahami kegalauan yang ada di dalam hatiku saat ini.

Bagiku, perempuan yang sudah terbiasa bekerja bertahun-tahun tidak mudah untuk begitu saja memutuskan menjadi ibu rumah tangga. Tak bisa dipungkiri lingkup dunia rumah tangga lebih sempit bila di bandingkan dengan lingkup dunia kerja. Didunia kerja, seseorang akan di tuntut untuk berinteraksi dengan begitu banyak orang dengan berbagai latar belakang yang berbeda. Sementara dunia rumah tangga tidaklah demikian, umunya hanya berinteraksi dengan anak, pembantu, keluarga, dan tetangga saja.
Sebelumnya aku minta maaf, bukannya aku meremehkan pekerjaan seorang ibu rumah tangga, justru aku sangat menghargai sekaligus bangga jika ada seorang perempuan yang secara tulus dan ikhlas memutuskan untuk menjadi seorang Ibu Rumah Tangga saja. Menurutku tugas seorang ibu rumah tangga itu sangatlah mulia. Ini hanyalah pendapatku saja, sebuah pendapat yang mungkin salah karena hanya kulihat dari satu sudut pandangku saja, sudut pandang seorang perempuan yang belum pernah merasakan indahnya menjadi ibu rumah tangga.

Well, lanjut ke alasan pertamaku tadi, intinya aku hanya butuh waktu untuk menyesuaikan diri dengan keadaan setelah kita menikah nanti. Aku sudah terbiasa dengan berbagai macam aktifitas pekerjaan, maka butuh waktu untuk bisa membiasakan diri tanpa aktifitas di rumah, belum lagi aku akan merasa kesepian dan sendiri sementara suami bekerja. Perubahan kan butuh proses, jadi biarkan aku berproses dan menikmati peran baruku nanti.

Aku pernah meminta pendapat temanku yang dulunya juga pernah memiliki masalah serupa denganku. Ia megaku “Aku sempet bingung, stress, dan frustasi waktu memutuskan untuk berhenti dan total mengurus suami karena menghadapi perubahan yang cukup drastis dalam hidupku.”

Tentu dong Aku ndak mau seperti temanku itu, makanya aku harus benar-benar siap mental untuk urusan yang satu ini.

Sisi keuangan juga menjadi pertimbangan bagiku ketika aku memutuskan untuk berhenti bekerja setelah menikah nanti. Aku bekerja selama ini tentu untuk membantu keluargaku, Papaku hanya seorang pensiunan PT Kereta Api, tentu penghasilanya tidak sebanyak waktu masih aktif bekerja. Karena aku anak pertama dari dua bersaudara, maka akulah yang harusnya membantu perekonomian keluargaku. Ketika aku memutuskan berhenti, otomatis aku tidak memiliki pendapatan lagi, lantas bagaimana aku harus membayar rekening listrik, air, telpon, cicilan rumah  dan kebutuhan tak terduga keluargaku. Apa harus minta suami yang menanggung semuanya?

Bukan aku meragukannya dalam mencari nafkah, aku sangat yakin denganmu yang pekerja keras, dan aku percaya kau adalah lelaki bertanggung jawab yang pernah kukenal dalam hidupku. Aku bangga terhadapmu juga dengan pekerjaanmu, Aku hanya tak mau terlalu membebanimu dengan kebutuhan keluargaku, sementara kamu juga masih memiliki tanggungan adik yang masih sekolah. Kuharap dia, tunanganku mengerti akan alasanku ini.


Salah satu temanku ada yang menasehati, katanya “Kau kan bisa mencari tambahan pendapatan tanpa harus bekerja di luar rumah?Kau pandai memasak, dan kau juga canggih  berinternet, sekarang tidak sedikit perempuan yang memiliki bisnis online. Selain bisa menjaga mengurus anak dan suami kau bisa memiliki kegiatan juga penghasilan sendiri.”

Ya, itu memang benar, aku setuju dengan pendapat temanku itu, tapi kukatakan sekali lagi semua itu juga butuh proses dan modal yang tidak sedikit. Tidak mungkin langsung sukses, apalagi aku seorang pemula, tidak mempunyai pengalaman menjadi pengusaha. Harus banyak belajar dan membaca situasi di lingkungan baruku nanti untuk menentukan usaha apa yang kira-kira sukses di jalankan. Aku ndak mau grusa-grusu, perlahan tapi pasti. Aku sendiri sebenarnya juga tidak ingin selamanya bekerja dengan orang lain, aku punya mimpi untuk menciptakan lapangan pekerjaan sendiri.

Dari lubuk hatiku yang terdalam, sungguh aku tak ingin mengingkari kodratku sebagai perempuan. Ya, nanti akan aku buktikan setelah kita menikah, aku akan dengan senang hati dan ikhlas mengabdi pada suamiku. Kalaupun nanti aku masih tetap bekerja, percayalah, aku sadar akan kodrat dan kewajibanku sebagai seorang istri. Kau tak perlu khawatir akan hal itu, aku hanya butuh waktu untuk berproses.

Kebanyakan dari kaummu yaitu laki-laki sering berpendapat karena harta dan materi perempuan sering lupa akan kodrat dan sombong terhadap laki-laki. Ah, kau ini jangan menyama ratakan begitu, aku tidak sama seperti mantanmu yang konon katamu meninggalkan dan meremehkanmu lantaran kau di pecat dari perusahaanmu karena hampir bangkrut. Kau tak perlu khawatir, aku mencintaimu karena Allah SWT. Percaya aku, suatu saat keinginanmu itu akan kululuskan tanpa harus merasa terpaksa. Aku memang keras kepala, tapi tak sulit untuk meluluhkan hatiku.


Jika teman-teman punya pendapat dan pengalaman tentang masalah ini, boleh kok di share. Atau kalau pendapatku ini salah boleh di luruskan. Terima kasih. Salam Hangat.







Jumat, 08 Juni 2012

Sakit




Kau tahu kan rasanya sakit itu?

Seperti yang aku rasakan, badan tak bertenaga, pandangan mata mengabur, badan panas, tenggorokan sakit, dan untuk makanpun rasanya pahit. Sungguh tidak enak, tidurpun juga tak nyenyak. Apalagi ketika sakit ndak ada mama yang merawat, bisa-bisa hati ini ikutan sakit karena nelangsa ngurus diri sendiri ketika sakit. Biasanya kalo aku sakit, mama selalu buatin bubur, menyiapkan obat, dan minuman hangat untukku. Tapi sekarang kan aku tinggal jauh dari mama :(, berbeda kota.

"Mbak, makanya di jaga, jangan ngemil gorengan nanti radang tenggorokanmu kumat loh." pesen mama seminggu yang lalu itu sama sekali tak kuhiraukan, al hasil aku pun jatuh sakit karena radang tenggorokanku kambuh. Seandainya saja aku menghiraukan nasehat mama, nggak akan begini jadinya.

"Bikin mama khawatir aja mbak kamu ini!" begitu kata mama mengetahui suaruku hilang sudah dua hari ini. Dan aku cuman mengangguk di telpon.

Tapi Sakit ini tlah membuatku menjadi manusia yang lebih menghargai untuk menjaga kesehatan dan juga menghargai nasehat mama untukku.
Dengan sehat kita dapat berfikir baik, aktifitas berjalan dengan baik, dan secara otomatis kita akan merasakan kebahagiaan yang luar biasa.

Bersyukurlah Allah SWT memberikanmu kesehatan yang luar biasa hari ini.


-Strawberry-

The Power Of Giving



Jadi ceritanya semalam aku habis dapat telpon dari seorang perempuan bernama Erna. Nah, si Erna ini mengaku adalah orang yang pernah aku tolong sekitar lima bulan yang lalu. Dia berniat untuk bertemu denganku, ia ingin mengembalikan uang yang pernah  kupinjamkan padanya, sebenarnya sudah kuberikan sih, tapi dia masih ngotot mau balikin. Ya, masih jelas teringat olehku, saat itu aku sedang menunggu KA Gaya Baru di Stasiun Wonokromo menuju kota kelahiran saya, Madiun. Siang itu udara Surabaya sangat panas, calon penumpang tumpah ruah di dalam Stasiun yang kecil, wajar jika weekend begini banyak yang ingin bepergian ke luar kota dengan menggunakan transportasi darat, kereta api. 

Saya duduk manis di bangku kayu Stasiun sambil mendengarkan suara emas si pengamen jalanan yang belakangan baru ku ketahui dia adalah seorang gadis buta. Tiba-tiba seorang anak perempuan seumuran adekku datang menghampiriku, peluhnya berjatuhan, wajahnya diliputi kecemasan dan kebingungan. Setelah kutanya, ternyata dia habis kecopetan, Uang, tiket dan HP nya  raib di gondol orang yang tidak bertanggung jawab. Memang sih, masalah keamanan stasiun wonokromo masih menjadi PR pemerintahan Surabaya mengingat sering terjadinya tindakan criminal. Perempuan itu dari Banyuwangi, baru lulus SMU, dan berencana untuk ikut bekerja dengan kakanya di Jogja. Ah, aku merasa kasihan dengan anak itu, Ia sendirian dan sedang terkena musibah pula.

Dan kuputuskan untuk membantu semampu aku. Saat itu aku Cuma punya selembar uang lima puluh ribuan, selembar uang dua puluh ribuan plus uang receh kalau ada pengamen di dalam Kereta. Aku memang sengaja membawa uang seperlunya ketika sedang bepergian jauh menggunakan transportasi umum seperti Kereta Api maupun Bus. Semua yang kupunya kuberikan pada perempuan itu kecuali uang receh, aku rasa dengan uang segitu masih cukup untuk membeli tiket ke Jogja dan biaya menelpon kakaknya setelah sampai di Jogja nanti, syukur-syukur kalau masih sisa bisa dipergunakan untuk membeli makanan atau minuman selama di perjalanan.

Awalnya perempuan itu menolak bantuanku, tapi setalah ku paksa akhirnya dia mau menerima dengan syarat aku memberikan nomor telponku padanya, ia berjanji akan menghubungiku dan mengembalikan uang yang kuberikan padanya. Sesaat kemudian, aku mendengar petugas stasiun  menginformasikan kedatangan KA Gaya Baru di Jalur No 1 dan disanalah kami berpisah tanpa kutahu namanya juga tanpa dia tahu namaku. Aku bergeser ke jalur no 1 setelah memastikan barang bawaanku aman dan tidak terkena incaran para pencopet, biasanya saat-saat seperti ini para pencopet beraksi. 

Setelah berkejaran dengan penumpang lainya, akhirnya aku menempati tempat duduk yang strategis (Baca: Dekat Jendela dan terbebas dari perokok). Saat Kereta melewati Stasiun Krian, kenyamananku mulai terusik akibat tingkah polah cacing-cacing di dalam perutku yang meronta minta diisi dengan makanan. Aku kelaparan, uangku sudah kugunakan untuk membantu perempuan yang sedang kesusahan tadi, yang tersisa hanya uang receh, mana cukup untuk menukar sepiring nasi goreng di Kereta Makan?

Argh…aku hanya berdoa semoga maag ku tidak kambuh akibat telat makan. Amien.
Tetiba, seorang petugas KA menyapaku. Aku terkejut, kok dia bisa mengenaliku, oh ternyata beliau adalah teman kantor papaku di PT Kereta Api. Aku sudah lupa dengan beliau, tapi beliau masih mengingatku, dulu waktu aku kecil aku memang sering sih di ajak Papaku ke kantor, mungkin dari situlah teman Papaku mengenal aku. Allah SWT itu Maha Penyayang dan Pemberi Rizki kepada umatnya, melalui tangan teman papaku itu, aku diberikan sepiring nasi goreng dengan segelas es jeruk gratis. Allahamdullilah, Terima kasih Ya Allah.

Seminggu sudah berlalu semenjak kejadian itu, aku senang bisa membantu orang lain. Aku sama sekali tidak pernah mengharapkan imbalan sedikitun atas bantuanku tersebut terhadap orang lain. Tapi sekali lagi bahwa Allah SWT itu Maha Pemberi Rizki kepada setiap umatnya. Tanpa kuduga sebelumnya, sore hari sepulang kerja, aku mendapatkan telpon dari salah satu temanku yang memberitahukan bahwa dia sudah mentransfer uang bagianku hasil dari bisnis kecil-kecilan waktu aku masih di Jakarta. Amazing sekali, pikirku, aku iseng-iseng ikut modalin temen jualan baju, ternyata hasilnya lumayan sekali, sudah balik modal dengan keuntungan hampir 100 persen dari modal yang aku kasih ke dia. Syukur Allhamdullilah, Tuhan itu memang baik sekali. Terima Kasih Ya, Allah.

Ya, aku yakin dan percaya sekali bahwa memberi berarti juga menerima. Ketika kita memberi maka Allah SWT akan melipatgandakan apa yang kita beri. Jadi, inilah The Power Of Giving. Sungguh luar biasa bukan?
Memberi tidak hanya berwujud uang atau materi bisa berupa pengalaman, Ilmu, senyum, atau apapun yang bermanfaat bagi orang lain. Sekali lagi, kukatakan bahwa memberi itu sama dengan menerima.
Aku tidak bermaksud riya, aku hanya ingin membagi dan memberi kepada kalian semua tentang The Power Of Giving. Teman-teman punya pengalaman yang sama denganku? Bisa berbagi denganku?
Allhamdullilah, sesuatu banget ya…..

Have Nice Weekend.

Cintaku


Ngurah Rai International Airport, pagi hari, berhambur menuju pintu keluar bandara bersama penumpang pesawat lainya, telah sukses melemparkan diriku ke masa lalu. Saat aku dan kamu masih bersama, membagi kisah, harapan dan juga mimpi. Kau selalu berdiri di sana untuk menjemputku. Lalu dengan senyuman khasmu kau menyambut kedatanganku, mengecup keningku, dan memeluk tubuhku.

Rindu kuberikan label atas rasa yang tiba-tiba memenuhi relung hatiku, rindu pada segaris senyum di wajahmu, kecupan bibirmu juga pelukan hangatmu. Entah kenapa, rasa itu kembali merasukiku ketika aku kembali melangkahkan kakiku di kotamu. Kota yang pernah kutinggalkan demi sekeping kenangan tentang aku dan kamu. Sungguh menyesakkan batin ketika mengingat perpisahan kita di kala senja waktu itu.

Kau kemana, Tom. Sudah hampir dua tahun, Aku tak pernah melihatmu lagi. Apakah kau masih mengingatku?Apakah kau masih sering mendatangi tempat kita dulu? menunggui datangnya senja dengan lembayung jingga bersinar di langit.

Dulu kita sering berkejaran di hamparan pasir putih itu, terduduk di bebatuan, bercerita tentang kita sambil menunggui datangnya Senja. Ah, nyamanya ketika aku berada di dekatmu waktu itu Tom. Ya, aku masih bisa mengingat kita dalam memoriku.

Tapi pagi ini tak ada lagi senyuman, kecupan, dan pelukan darimu lagi untukku,  semenjak kau memutuskan untuk meninggalkan aku, demi kita.

Sehari setelah perpisahan kita sore itu, betapa aku berharap kau akan mencariku di sini, di tempat biasanya kita menunggui datangnya senja setiap sore. Kau datang dengan senyum khasmu, membawa serpihan mimpi yang telah kau hancurkan lalu kembali merajutnya bersamaku. Tetapi tidak, ternyata aku salah, kau tak lagi datang untuk mencariku.

Senja lenyap di barat, saat kau menelponku dan berkata “Apa kau baik-baik saja Senja?”
Bagiku itu hanyalah sebuah pertanyaan bodoh, Tom, percuma kau ajukan padaku. Sebenarnya kau pun tahu bagaimana aku tanpamu.
“Aku akan baik-baik saja, Tom…. asal ada kamu di sini,” Ujarku dengan suara parau.
 “Senja, kita kan masih bisa berteman?” ucapmu.
“Tentu saja kita tidak bisa kembali menjadi seorang teman, Tom.” Ujarku tegas.
“Senja, bukankah cinta itu tak harus memiliki?” ujarnmu sungguh membuatku kecewa.
 “Bagiku, cinta itu harus memiliki, tak ingin kehilangan,” Jawabku menggebu.
“Egois memang, tapi bukankah ini manusiawi, Tom?”, lanjutku. Dan kau hanya diam membisu di seberang sana.

Pada akhirnya “kita”  memang harus berakhir, cinta kita harus menyerah pada perbedaan adat dan aturan yang di buat para leluhur. Ah, entahlah aku tak mengerti akan hal itu, yang kutahu perbedaan itu ada agar kita saling mengasihi dan menyayangi.