Rabu, 29 Februari 2012

Maret




Tak terasa hari dan tanggal sudah beranjak ke bulan maret meninggalkan bulan february beserta cerita-cerita sedih maupun bahagia. Begitulah hidup selalu ada cerita sedih juga cerita bahagia di dalamnya. Dan kini sayapu menyadari telah tertinggal jauh oleh waktu. Tetap terpaku pada satu titik disini tanpa bergeser sedikitpun. Ah, saya harus terus berjuan untuk mengejar ketinggalan itu. 
February, saya merasa belum bisa menjadi yang lebih baik dari bulan sebelumnya. Semuanya masih sama seperti bulan-bulan sebelumnya. 
Jika boleh meminta saya ingin satu hal terjadi di bulan ini dan juga bulan-bulan selanjutnya. Satu hal itu adalah......saya ingin mama saya selalu tersenyum......Sudah cukup bagi saya, sebab selama ini mama saya selalu menangis gara-gara saya. Dan disini saya berdiri sedniri , menatap cakrawala menitipkan sebuah doa agar semua harapan dan keinginan saya tercapai. 



Doakan ya teman-teman agar keinginan saya itu tercapai. Amien. 




Selamat datang maret!!!



JENUH


Aku Jenuh
Akupun sudah lelah dengan segala rutinitas sehari-hariku
Jika sudah begitu......
Aku harus segera merayu dan merdem si Jenuh yang semakin liar
menggerogoti pikiranku

Tangis



Pagi buta udara masih dingin terasa, apalagi semalam habis turun hujan. Aku masih enggan untuk turun dari ranjangku, pagi ini rasanya aku malas sekali bangun. Padahal sudah dari tadi aku terjaga, aku tidak benar-benar tertidur tapi juga tidak sepenuhnya sadar. Mataku terasa berat tergelayuti oleh rasa kantuk dan tubuh ini kaku hingga aku tak dapat menggerakkannya.

Aku mendengar seseorang perlahan masuk ke kamarku. Ia memanggil namaku sekali...
"ta, bangun ta" 
Aku tak bergeming dan masih saja meneruskan tidurku. 

Sayup-sayup aku mendengar suara tirai terbuka dan sinar matahari menyeruak masuk ke suluruh ruangan itu melalui kaca jendela.

"ta....bangun, udah siang loh",suara itu kembali mengusikku di susul dengan sedikit guncangan lembut di bahuku.
Aku menggeliat kecil dan perlahan membuka mataku yang masih terasa mengantuk.
"hey...bangun, kamu kenapa",suara itu kembali menggema.
Aku mengerjapkan mata, sekuat tenaga kubuka mataku demi melawan kantuk ini.
"Lia....",satu kata yang kulontarkan ketika melihat sosok perempuan cantik sudah berada di hdapanku. Dia adalah sahabat sekaligus partenr kerjaku yang ikut membesarkan butik ini.
"hey...kamu kenapa tidur disini?",ujarnya.
Aku baru sadar bahwa aku sedang tidak berada di kamarku tapi di ruangan kerjaku.
"astaga....aku ketiduran disini",ucapku. Aku mencoba mengingat kejadian kemarin sore. Tentang hujan dan kamu.
"ada apa ta?",ujar lia kebingungan melihat wajahku yang aneh mungkin.
"aku habis ketemu sama rico",jawabku sambil bangkit dari sofa bludru merah tempatku tertidur.
"Rico....lantas?",ucapan lia sedikit menggantung.
"bukan rico anak ku tapi ayahnya rico",ujarku menguncangkan bahu sahabatku itu.
"what.....ayahnya rico!!!!dimana?kapan?terus gimana....",lia terkejut mendengar ujaranku itu. Ya, mungkin sama terkejutnya dengan aku sore kemarin. 

"sore kemarin.  dia pengantin prianya Zen klien kita",jawabku menjelaskan.
"what....Zen?",kali ini lia lebih terkejut lagi. Ia masih belum bisa mempercayai perkataanku. Bahkan sampai sekarangpun aku masih belum juga percaya kembali bertemu dengan rico.
"iya...Zen akan menikah dengan rico",jawabku berusaha meyakinkannya.
"oh my god...terus?sekarang apa yang akan kamu lakukan ta",ucap lia mondar-mandir di hadapanku.
Huff.....aku menghempaskan nafasku dalam-dalam "aku masih belum siap ketemu sama dia ya",ujarku.
"aku ngerti gimana perasaanmu kok ta",ucap lia menatap mataku. "ya udah sekarang kamu pulang aja ya, istirahat. hari ini biar aku aja yang handle kerjaan",lanjutnya memberikanku semangat lewat sentuhan tangannya.
"oke ya...makasih ya",ujarku beranjak dari sofaku "aku cuman butuh untuk mandi dan ketemu pangeran kecilku, setelah itu aku balik ke butik lagi kok", lanjutku dan tersnyum pada lia. Hanya senyum itulah yang menjadi kekuatanku saat ini.
 
***
Aku bergidik usai menonton berita di TV siang itu perihal hujan ekstrim yang tengah melanda di berbagai daerah khusunya di Indonesia. Banyak korban dalam musibah ini, tak mengenal usia, tua maupun muda. Aku jadi teringat akan pangeran kecilku. Ia selalu mencintai hujan. Katanya ",sensasi hujan itu menyenangkan mommy, jadi ijinkan aku untuk bermain-main dibawah rinai nya ya? " . Selalu begitu katanya, membujukku agar dibolehin hujan-hujanan. Kalau sudah begitu ia kan berlari ke belakangan rumah. Bak penari hujan berlarian kesana kemari. 
"Ah, kamu selalu membuat mommy tersenyum",ucapku lalu beranjak pergi ke sekolah rico untuk menjemputnya.

Bahagianya melihat senyum dan mata rico yang berbinar-binar ketika melihatku sudah ada untuk menjemput dirinya. Allhamdullilah, ini adalah hadiah terindah yang pernah Allah SWT hadiahkan untukku.

"mommy",teriaknya lalu berhambur ke pelukannku.

Di sepanjang perjalanan menuju butik aku berbincang dengan rico. Menanyakan apakah ada PR hari ini dan belajar apa saja di sekolah. Tak lupa aku mengingatkannya agar berhati-hati saat bermain hujan di belakang rumah.
"oke mommy, dont worry, aku akan slalu berhati-hati", begitu jawabnya sembari tersnyum padaku.

Syukurlah dia mengerti akan nasehatku. 

***
Beep beep Blackbery ku berbunyi saat aku baru keluar dari mobilku. Ku lirik sekilas dilayar ponselku tertera sebuah nama "Zen Klien".

"halo Zen",ucapku setelah memencet tombol hijau di ponselku.

Tak ada suara, hanya terdengar kegaduhan lalu lintas di seberang sana.

"Zen...Zen",panggilku.

"Ha...halo, ini gue rico",suara itu bagiku begitu dasyat. Sedasyat suara petir yang menggelegar di kala hujan turun.

Aku menarik napas pelan-pelan dan menghempaskannya pula secara perlahan. Aku harus bisa menghadapinya dengan tenang.

"iya, ada apa rico",jawabku 

"Sepertinya gue perlu bicara dengan loe ta",ucapnya setelah sekian detik hening.

"Oh bisa ko, dimana?sama Zen juga khan?",jawabku masih terlihat mengusai diri.

"pliss... ta, jangan pura-pura baru mengenal gue ",teriak pria itu. "gue mau bicara tentang kita",ujarnya menggores luka lama dihatiku.

"Kita katamu?bukankah kita sudah usai",ujarku dengan segenap hati mengumpulkan sebuah keyakinan bahwa aku tak lagi membutuhkan dia dalam hidupku. "tak ada waktu untuk membicarkan itu rico".

 Lalu rico memohon

"ta..pliss kasih kesempatan sekali ini aja, gue tunggu loe di cafe bamboo jam delapan malam ini",

Kesempatan katamu?bertahun-tahun lalu sudah kuberikan kesempatan itu untukmu tapi kamu melewatkannya, bertahun-tahun aku menangis untuk sebuah permohonanmu itu. 
Maaf ko, kali ini kesempatan itu sudah tertutup rapat-rapat untukmu.  

"maaf, gue nggak ada waktu",tolakku.

"gue tetep aku nunggu loe",ujarnya lalu mengakhiri pembicaraan.
 

Hatiku sakit, terlampau sakit rico. Dan gerimispun membasahi pipiku.

"Mommy....mommy nangis?",ucap rico mengagetkanku.

Rico, Oh, tidak!!! kumohon aku tak ingin mempertontonkan air mata ini padanya. Baguslah,  hujan menyelamatkan aku dari situasi ini. Dan kusembunyikan tangisku dibalik hujan siang ini.

"nggak kok sayang, ini hanya air hujan so dont worry sayang",ujarku. Lalu menatap cakrawala yang tertutup awan hitam pekat.  


Cerita sebelumnya: 

Hujan Sore Ini dan Kamu  dan Kenangan






 #dipersembahkan untuk penari hujan dan rianai hujan.



Selasa, 28 Februari 2012

Jam Mahal



Pagi hari saat langit masih bercengraman dengan gerimis, seperti biasa saya selalu menikmati sarapan dengan menonton televisi, hanya sekedar ingin tahu "apa kabar indonesia" pagi ini di TV one. Ah, ternyata sedang heboh memperbincangkan tentang barang-barang mewah milik anggota DPR yang sedang di sorot. Salah satunya adalah jam tangan milik salah satu anggota DPR yang mencapai harga 450 jutaan. Tentu hanya untuk sebuah alat yang berfungsi sebagai penunjuk waktu rasanya terlalu terlalu mahal sekali bukan?

Belakangan ini di kantor saya pun juga  sedang heboh membicarakan tentang harga jam tangan  mahal yang dimiliki Si A, Si B, dan Si C. Kalau menurut saya kok lebih cenderung ke acara pamer-pamrena jam tangan sih????cape deh!!!Bukannya saya iri karena nggak punya jam tangan mahal seperti mereka. Tapi saya memang nggak terlalu suka membeli jam tangan mahal (ngeles padahal sih memang nggak mampu beli). Sekarang gini aja sih, jam tangan saya masih bagus dan berfungsi baik, so ngapain juga musti boros untuk membeli jam tangan lagi.

Dengan alasan utama sebagai bentuk dari gaya hidup, kita seringkali merogoh kocek yang tidak mahal untuk harga sebuah jam tangan. Jam tangan beralih fungsi dari sebagai penunjuk waktu menjadi ke fungsi lain sebagai pengabdian terhadap gaya hidup.

Sebenernya sah-sah saja sih kalau kita mempunyai jam tangan mewah nan mahal, Tapi yang saya ingin bahas disini adalah tentang bagaimana sikap kita dalam memperlakukan waktu. Apa guna jam mahal jika kita tidak dapat menghargai waktu, memanfaatkan waktu untuk selalu ikhtiar dan meghargai  tiap detik waktu untuk sesuatu yang bermanfaat. Bukan hanya sekedar sebagai hiasan tangan.Atau sekedar tahu jam berapa sekarang. Akan tetapi untuk mengingatkan pada kita jam berapa kita harus menepati janji menyelesaikan urusan kita terhadap Allah SWT maupun sesama manusia dengan baik dan tepat  pada waktunya.

Apa guna jam tangan untuk teman-teman rumpiers?



Senin, 27 Februari 2012

Kenangan



"Tunggu aku di dermaga besok pagi sayang",ujarmu malam itu lalu kamu berlalu meninggalkan aku disana sembari tersenyum lembut padaku. Tanpa mendengarkan jawabku terlebih dahulu.

Ah, kamu memang selalu begitu.

Itulah yang membuat mataku kini tak kunjung terpejam, padahal waktu sudah beranjak meninggalkan malam, meninggalkan aku yang menatap rintik hujan melalui kaca jendela kamarku, menerbangkan anganku jauh bersama dirimu laki-laki pencinta hujan.

***
Suatu pagi di bulan february, masih terasa sisa hujan semalam yang membasahi bumi tempatku berpijak. Meninggalkan hawa dingin dan beku. Kabut putih masih menyelimuti udara pagi ini, tapi kita sudah berdiri disini di dermaga itu. Dermaga tempat kita janjian malam kemarin.

Ingin rasanya aku kembali pulang, tak mau terjebak dalam mau ku untuk bertemu denganmu. Ah, tapi aku tak bergeming ketika mata mu menatapku lekat lalu kau bisikkan kata. pada ku dari bibir merah muda mu itu.

"matahari masih malu-malu tapi kita sudah ada disini",

Dadaku semakin bergemuruh, detak jantungku bekerja dua kali lebih cepat.  Bahagia kini menjadi milik kita. 

Kamu menelusupkan jemarimu di sela jemariku.

"kamu tahu kenapa valentine kemarin aku tak memberikanmu setangkai mawar dan sekotak coklat?",   ucapmu menyiratkan keceriaan diwajah tampanmu

Aku menggeleng sembari menatap langit yang mulai memudarkan warna jingganya.

"karena mawar itu lebih indah dari pada dirimu",ucapmu menatap langit yang sama denganku. kemudian kamu melanjutnya dengan " sedangkan senyum mu lebih manis dari pada coklat",

Aku masih tetap tak bergeming, semburat merah merona mewarnai wajahku yang tengah di mabuk cinta. 

Kamu terdiam dan menatapku.

"terima kasih sudah masuk ke dalam hidupku dan menjadi bagian dari cerita-cerita indah dalam hidupku", ucapmu menggenggam tanganku erat.

"devita....berjanjilah untuk tetap menjadi bagian dari hidupku",lanjutmu dan aku memelukmu erat, kutemukan kenyamanan di dalamnya.


Pagi itu pun berlalu begitu cepat. Pagi dimana kita membuat kesepakatan untuk selalu bersama dalam suka maupun duka. Berbagi cinta, canda tawa, dan juga tangis kesedihan. Pagi itu bercerita tentang aku dan kamu yang tengah di mabuk cinta. Cerita itu tak akan pernah kulupakan dalam hidupku, walaupun pada akhirnya kisah kita tak pernah berakhir bahagia.

Kau adalah kenangan pahit yang kurasakan saat ku telan namun terasa manis saat mengingatmu yang selalu menghadirkan cerita-cerita indah dalam hidupku.
Ya, kau hanyalah sesuatu yang berlabelkan  " kenangan".

****

Hujan mulai mereda ketika Devita  beranjak dari kursi kebesaran yang terletak di dalam sebuah ruangan . Ruangan yang ia sebut sebagai rumah kedua baginya. Dimana telah banyak ide kreatif yang ia lahirkan di dalamnya.. Namun tidak dengan malam ini, ketika usai di hadapkan pada sebuah pertemuan dengan seseorang  yang  berasal dari masa lalunya.

*)Masih tentang rinai hujan :D

Hujan Sore Ini dan Kamu



Rinai hujan kembali jatuh sore ini, berderai membasahi bumi, dan aku berdiri dibawah rinainya. Menatapmu dari kejauhan yang sedang bercanda tawa bersama perempuan yang akan kutemui sore ini.
"ternyata kamu pengantin prianya",bisikku pada hujan.

Hujan sore ini dan kamu membuat pikiranku mengembara ke masa sepuluh tahun yang lalu ketika aku dan kamu masih mengenakan seragam putih abu-abu. Masih jelas dalam ingatanku sore itu cakrawala tak bersahabat, awan hitam pekat menjadi pemandang sore ketika kamu membuatku menangis. Sore dimana kamu mengucapkan selamat tinggal padaku. Di bwah rinai hujan dan dingin menusuk tulang, kamu  pergi meninggalkan aku sendiri disana. Dan kamu pergi dengan membawa sebagian dari jiwaku. Sakit dan perih yang ku rasakan ketika kamu tak lagi berpaling ketika aku mengungkapkan sebuah fakta bahwa aku sedang mengandung anakmu. Itu terakhir kalinya aku melihatmu.

Semuanya berlalu begitu saja, hidup terus berjalan walaupun aku harus tanpamu, aku mencoba bangkit dari keterpurukanku demi sebuah nyawa yang di tiupkan Tuhan kedalam rahimku. Dengan segenap hatiku aku berjanji akan menjaga dan merawat titipan Nya yang akan mewarnai hari-hari baruku. Kini ia tumbuh menjadi anak laki-laki yang cerdas sepertimu, meskipun tanpa mu (ayahnya) ia tumbuh dengan kasih sayang cukup dariku .  Aku bangga pada pangeran kecilku,  ia mirip sekali dengan mu, menyukai hujan dan menari-nari dibawah rianinya. Ia bernama Rico, ia yang selalu mengingatkanku padamu lelaki penyuka hujan.

Lamunanku buyar, aku sontak terkejut bukan karena petir yang mengiringi hujan sore ini, tapi karena teriakan perempuan itu yang menarikku kembali ke masa sekarang. Hingga detik ini aku masih tak percaya kamu berada di hadapanku menikmati hujan yang sama denganku.

"Mbak Devita, ayo masuk",teriak perempuan yang bersamamu sore ini.
Sebenarnya aku ragu untuk melangkahkan kakiku menemui kalian, aku masih belum siap dengan situasi ini. Ingin rasanya aku berlari dan menghindari pertemuan ini, tapi sekali lagi ku tekankan pada diriku bahwa aku datang kesini untuk urusan pekerjaan. Sudah selayaknya sebagai seorang pebisnis aku harus bersikap profesional.

Aku tarik nafas dalam-dalam, Sebisa mungkin aku berusaha untuk menebarkan senyum, walaupun perih itu kembali kurasakan dihatiku. Kembali kubisikan pada hujan.
"aku harus bisa menghadapi ini dengan tenang"
Aku melangkah mendekatimu, kulihat sekilas di wajahmu yang pucat pasi. Dibenakmu pasti kamu tak pernah menyangka akan bertemu lagi dengan diriku.  IBukan sebuah kebetulan tapi ini adalah takdir Tuhan, Aku dan Kamu kembali di pertemukan di bawah riani hujan sore ini.

"Hai Zen....maaf saya terlambat",ujarku pada perempuan yang ada di sampingmu itu.
"nggak apa-apa kok mbak, aku juga barusan datang kok",ujarnya ramah.Oh ya, mbak devita kenalkan ini pengantin prianya, sayang ini mbak devita yang merancang gaun pernikahan kita",ucap perempuan yang sering ku sapa Zen itu.
"hallo, kenalkan saya devita",sapaku mengulurkan tanganku padamu yang tengah menatapku tanpa berkedip sedetikpun.
"sayang....",hingga suara zen  membuatmu kembali bisa mengontrol dirimu.
"saya Rico",ucapmu dengan suara bergetar lalu menunduk.

Aku dan kamu harus beradegan bak aktor sinetron dihadapan Zen seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa diantara kita, hanya hujan yang tahu tentang kisah kita.



Minggu, 26 Februari 2012

Sunday Ke- 4 di Bulan February



Meine Fraundinen Und Freunde,

February hampir habis, tak terasa ratusan hari tlah ku lewati tanpa ada dirimu di sisiku. Namun tidak denganmu, di ujung sana ada seseorang yang menemanimu. Kau bilang dia lebih istimewa dariku. Ya, aku tahu sebab itulah kamu memilihnya untuk kau jadikan bintang di hatimu. 

Segala sesuatunya pasti akan berganti, tidak selalu hujan, tidak pula panas Daun-daun akan berjatuhan. Kemudian Bunga-bunga bermekaran. Semua akan berganti menjadi Indah tepat pada waktunya. 

Kata orang february adalah bulan Cinta, jika saja kisahku tak seromantis kisahmu di bulan february ini....maka aku yakin akan ada maret, april, mei, juni dst...yang akan menjadi bulan cinta untuk kisahku.

Ready To Love Again

Good night,



Jangan Bersedih-La Tahzan



Sore itu,
Parjo seorang buruh bangunan tengah sibuk memasukkan barang-barangnya kedalam kardus indomie. Esok, dia akan kembali ke kampong halamannya di pemalang – jawa tengah. Ia merasa tabungannya sudah cukup untuk modal usaha di kampong halamannya. Ia tak ingin selamanya terpisah jauh dengan Istri dan anaknya.
Pak darto mandor yang mempekerjakan parjo muncul dari balik pintu kamar parjo  yang sangat sederhana, hanya beralaskan tikar dan lemari plastic di ujung ruangannya.
“jo…kamu yakin mau pulang”,ucap pak darto.
“injihh pak…saya sudah yakin mau pulang”,ujarnya. Saya kangen sama istri dan anak saya pak”,lanjut pria paruh baya itu dengan tatapan mata penuh kerinduan.
Y owes yen ngunu, ini tiket kapalmu dan gaji bulan ini sama sekalian bonus dari ku karena kamu sudah bekerja dengan sangat baik disini jo”,ucap pak darta memberikan amplop coklat berisikan uang dan satu lagi amplop putih berisi tiket kapal pulang ke jawa.
“alhamdullilah….matur nuwun nggih pak darto”,ujar parjo menciumi amplop itu.
Bagi Parjo uang itu sangat berarti baginya. Ia ingin sekali membahagiakan istri dan anaknya. Untuk itu ia rela harus merantau ke tanah borne, jauh  dari orang-orang yang ia sayangi sebagai buruh bangunan. Membanting tulang, bertemankan terik matahari, dan tak jarang harus mempertaruhkan nyawanya untuk  bekerja digedung-gedung tinggi .
Tiga hari kemudian
Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh selama 3 hari 3 malam dengan menggunakan kapal akhirnya parjo sampai juga di kampong halamannya pemalang. Ia sudah tidak sabar ingin segera memeluk istri dan anaknya untuk melepas rindu yang bertahun-tahun tlah ia pendam. Rindunya membuncah terutama kepada buah hatinya, Ardian. “Dulu waktu di tinggal merantau, Ardian masih berumur setengah tahun, pasti sekarang sudah besar dan tumbuh jadi anak yang pintar”,begitu kata parjo dalam hati.
Parjo sudah berada di halaman depan rumah nya. Matanya berbinar dan senyumnya mengembang ketika mendapati seoarang anak laki-laki berumur sekitar 4 tahun sedang bermain-main di teras rumahnya.
“itu pasti ardian anakku”,ucap parjo dalam hati lalu melangkahkan kakinya menuju teras.
“Nak….ini ayah”,ujar parjo sembari memeluk anaknya. Air matanya menetes ketika si anak juga memeluk erat dirinya.
“mana ibu nak, ayok kita masuk, ayah belikan mainan buat kamu”,ujar parjo menggendong buah hatinya.
bu…ibu….ayah pulang bu, buka pintunya”,teriak parjo menggedor-gedor pintu.
Seorang perempuan paruh baya keluar dari rumah parjo. Tapi anehnya perempuan itu bukan sukemi istrinya melainkan Bu Titik tetangganya.
“ada apa ini”,pikir parjo.
“Pak Parjo….”,ucap perempuan itu kaget melihat kedatangan parjo.
“Iya bu, ini saya parjo”,ucap parjo menyalami perempuan tetangganya itu. “bu….sukemi kemana?”,tanya parjo kebingungan.
Perempuan itu terdiam, seperti ada yang di tutup-tutupin dari ku. Ada apa dengan sukemi?apakah dia meninggal?”,pikir parjo.
Ia baru ingat, dua bulan terakhir ini, sukemi memang sedikit berbeda dari biasanya. Ia jarang sekali menelpon atau membalas surat dariku. Apakah ini semua ada hubungannya?
“bu…ada apa dengan sukemi istri saya?”,tanya parjo. “katakana pada saya bu”,parjo memohon. Guratan wajahnya terlihat kekhawatiran terhadap istrinya.
“Baiklah pak, saya akan ceritakan semua pada bapak”,ujar perempuan itu. Tapi saya minta bapak yang sabar ya”,
Parjo semakin penasaran dengan apa yang di bicarakan bu titik pada dirinya “iya bu iay, katakana dimana sukemi”,ucap parjo.
“ayah….ibu pergi dari rumah”,ucap ardian yang membuatnya terkejut.
“apah nak, ibu pergi kemana”,ucap parjo dengan nada sedikit tinggi.
Pak, sekitar dua bulan yang lalu, sukemi pamit akan pergi untuk menjadi pembantu rumah tangga di kota, ia hanya menitipkan ardian pada saya”,ucap Bu titik.
buat apa kerja, apakah kurang uang yang selama ini saya kirimkan untuk dia dan anak saya?”,ucap parjo tak habis pikir.
“saya nggak tahu pak, cuman dia pernah bilang ke saya bahwa selama ini bapak nggak pernah memberikan dia nafkah”,ucapan bu titik.
“astagfirullah bu….itu tidak benar. Saya nggak pernah telat kirim uang”,ujar parjo.
Bu tuti menunduk, ia tak sanggup untuk berkata-kata lagi.
“lalu, kemana dia sekarang bu”,ujar parjo.
“Saya nggak tahu pak dimana dia sekarang, sebulan yang lalu saya ketemu dia. Dia cuman bilang ke saya bahwa dia sudah tidak sanggup lagi menghidupi ardian , ia bilang ingin menikah dengan pria yang bisa memberikan dia nafkah lahir dan batin. Dan sebagai gantinya, sukemi memberikan rumah ini beserta sertifikatnya untuk biaya Ardian sampai nanti”,ujarnya dengan suara sedikit tercekat. Takut kalau-kalau parjo tidak bisa menerima kenyataan hidup yang pahit ini.
“astagfirulloh, Gusti Allah mboten Sare”,ucapnya sembari mengelus dada. DIA tahu bagaimana saya berjuang diantara hidup dan mati, membanting tulang untuk membiayai keluarga saya bu”,lanjut parjo sembari meneteskan air matanya.
 “Sabar ya pak. Saya akan kembalikan rumah bapak, saya ikhlas pak dititipi ardian, ardian sudah saya anggap sebagai anak saya sendiri”,ujar bu titik . Bapak khan tahu kalo saya tidak bisa punya anak, jadi bagi saya ardian adalah karunia Allah SWT yang tak pernah ternilai harganya”,lanjutnya yang di susul dengan isakan tangis.
Sungguh, aku tak pernah mengerti setan apa yang merasuki istriku sukemi. Dia adalah perempuan yang aku nikahi lima tahun lalu. Ketika itu aku merasa iba terhadap dirinya yang hidup sebatang kara di dunia ini. Karena aku mencintainya dan niatku tulus ingin membantu dirinya, aku berjanji di hadapan Allah SWT untuk senantiasa menjaga dia, meskipun waktu itu aku hanyalah seorang buruh tani yang penghasilannya tak seberapa.
Di rumah peninggalan orang tua ku inilah aku menjalani hari-hariku bersama sukemi istriku. Hingga setahun kemudian Allah SWT mengkaruniai kami seorang anak laki-laki. Kuberi nama dia “Ardian”, aku berharap kelak dia akan menjadi anak yang sholeh dan pintar, tidak seperti aku ayahnya yang cuman bisa jadi buruh.
Semakin hari, kehidupan kami semakin sulit saja. Kemiskinan menggerogoti keluarga kami, padahal waktu itu ardian masih bayi,  ia membutuhkan susu dan makanan bergizi untuk menunjang pertumbuhannya. Aku sebagai seorang ayah bertanggung jawab untuk menafkahi anak dan istriku. AKu berusaha dan terus berusaha untuk mencukupi kebutuhan mereka.
Akhirnya kuputuskan untuk pergi merantau di tanah borneo sebagai buruh bangunan atas ajakan Pak Darto temanku. Aku meminta ijin pada sukemi istriku untuk mencari nafkah di negeri orang, aku berjanji padanya ini tak akan lama. Sukemi pun mendukungku. Sedikit demi sedikit aku kumpulkan uang hasil jerih payahku lalu ku kirimkan kepada sukemi. Sebagian untuk biaya hidup sehari-hari dan sebagian untuk di tabung.
“buk…tabungannya sudah terkumpul banyak ya”,tanyaku melalui telpon, sehabis mengirimkan uang ke rekening tabungan sukemi.
“alhamdullilah pak, uangnya sudah banyak”,jawab sukemi waktu itu.
“syukurlah bu, bisa kita gunakan untuk masa depan anak kita”,jawabku.
iya pak, bapak kapan pulang?”,tanya sukemi.
“sabar buy a?bapak akan segera pulang kalau uang tabungan kita sudah terkumpul banyak”,ujarku menahan tangis.
“Kalau sudah banyak mau di pakai buat apa pak”, ucap sukemi dengan suaranya yang lembut.
“ya, nanti kita pakai buat usaha aja bu, usaha warung makan atau toko gitu bu agar kita bisa berkumpul lagi”,jawab bapak dengan penuh semangat.
“baiklah pak, kami akan menunggumu disini”,ucap sukemi sekaligus mengakhiri pembicaraan kami karena pulsa yang saya beli untuk menelponnya sudah habis.


Kini harapan itu tlah sirna, hatiku hancur berkeping-keping. Sakit dan Sakit yang aku rasakan saat ini. Semenjak itu aku seperti kehilangan semangat untuk hidup, yang ku lakukan hanya berdiam diri saja di rumah itu. Aku semakin terhanyut dalam kesedihan ini, sehingga tak banyak waktuku terbuang percuma.
Suatu hari ketika aku sedang termenung sedniri di belakang rumahku. Ardian mendatangiku, ia usai ngaji di masjid kampong sebelah bersama anak-anak seusianya.
“ayah…ngapain disitu”,ucap ardian mengagetkanku.
“eh anak ayah sudah pulang?”, ucapku .
“Iya yah”,jawab ardian sambil mencium keningku.
“tadi di ajarin apa sama pak ustad?’,tanyaku.
“ayah ustad mengajarkan padaku agar kita selalu bersabar dan jangan pernah bersedih atas kesulitan hidup yang kita alamai, kata ustad La Tahzan”,ujarnya.
“hmmmmm, gitu”,ucapku.
 “ayah… La Tahzan, jangan bersedih meskipun ibu tak ingin lagi bersama kita”,ujar Ardian.
“ardian akan selalu menemani ayah”,lanjutnya kemudian.
Mendengar ucapan itu, aku menjadi tersentuh. Aku malu pada anakku, juga pada Allah SWT. Sebegitu rapunya kah aku?hingga aku harus terus terpuruk dalam kesedihan. Bukankah Janji ALLAH itu tak perlu di ragukan lagi?Ya, janji Allah itu PASTI. Semua itu tertulis dalam sebuah kitap suci Al quran.
Ya Allah, aku malu, aku malu pada Mu.
“mulai hari ini ayah janji tidak akan bersedih lagi nak”, janjiku pada ardian.
Akhirnya Parjo dan Ardian memulai hidupnya yang baru. Parjo bekerja sebagai sopir truk, ia memulai kehidupannya dari nol lagi bersama buah hatinya. Ketika libur sekolah, Parjo selalu membawa Ardian ikut dengannya saat bekerja.

Based On True Story "Supir Truk itu"

Sabtu, 25 Februari 2012

Obsesi Atau Cinta Sejati?



Memangnya ada apa dengan kedua kata itu sehingga saya jadikan judul untuk postingan yang saya tulis mala mini.
Baiklah…begini ceritanya,
Siang tadi salah satu teman kerja saya menanyakan kepada saya Cinta Sejati menurut kamu itu seperti apa, dan apa bedanya dengan OBSESI?
“hmmmmmm……”,sambil mikir lama banget. Apa ya?Cinta sejati itu adalah Cinta yang sesungguhnya”,jawab saya akhirnya sambil garuk-garuk kepala.
Lalu temen saya nanya lagi.
“Terus…Cinta yang sesungguhnya itu seperti apa?
Asli,  saya berasa kayak anak SD  ketika di tanya satu ditambah satu berapa?dan nggak bisa jawab.
Saya bingung deh musti jawab apa?Karena menurut saya Cinta itu mempunyai banyak arti. Hanya bisa saya rasakan. Seperti Udara tak kasat mata tapi bisa dirasakan manfaatnya.
Malihat saya kebingungan dengan pertanyaan dia, temen saya itu malah senyum-senyum sendiri nggak jelas. Huhh, pengen nimpuk pake highheels rasanya. Hehe *sadis banget*
Setelah saya paksa dengan bertanya dengan menggunakan Unsur 5W +1 H perihal pertanyaan dia yang menurut saya nggak ada hubungannya itu, ia pun bersedia menjelaskan.
Bahwa cinta sejati itu adalah ketika kamu marah dia masih tetep bilang “aku cinta kamu”
Ketika kamu nggak suka dia menelpon atau memperhatikan kamu, dia masih tetep bilang “aku cinta kamu”. Begitu kata temen saya.
Arghhh…..sumpah deh sampai mala mini dan detik ini pun saya masih nggak ngerti dengan apa yang ia katakana siang tadi. Ilmu saya masih cetek perihal CINTA.
“lantas…apa hubunganya dengan obsesi yang dirimu singgung di awal pembicaraan”.jawabku.
Eh…dia malah menjawabnya dengan sebuah cerita.
Kisah Pertama
Semenjak SMU, Radit sudah menebak bahwa Amel adalah cinta sejatinya. Ia slalu mencintai Amel tulus walaupun ia tahu amel tak pernah mencintai dirinya. Bisa dibilang cinta radit terhadap amel bertepuk sebelah tangan. Namun, hal tersebut tak pernah sedikitpun Cinta Radit Pada Amel berkurang. Justru ketika Amel menolak dirinya, radit hanya tersenyum sambil berkata “gak apa-apa, aku tetap mencintai kamu”.
Tak pernah bosan dia mengungkapkan perasaanya terhadap sang gadis pujaan hatinya. Sampai-sampai Radit rela menunggui amel di depan kos nya malam-malam demi ingin mendengar jawaban dari si cewek.
“Kisah diatas termasuk yang mana?OBSESI atau CINTA SEJATI?”, kata teman saya
Kisah Kedua.
Suatu hari Si cewek berulang tahun, karena Radit ingin sekali memberikan kejutan terhadap wanita yang ia cintai, ia ingin menjadi orang yang pertama kali mengucapkan selamat ulang tahun. Jadi ketika jam menunjukkan tepat jam 12 malam, Radit menelpon untuk memberikan selamat. Tak di duga, si cewek bukanya senang dan terenyuh, sebaliknya kata-kata kasar yang ia dapatkan.
Radit tak pernah marah, dan dia hanya berkata “aku tetap mencintaimu”.
“Sedangkan kisa yang kedua termasuk yang mana, OBSESI atau CINTA SEJATI?”, jawab temanku di akhir ceritanya.
*Sesaat Hening*
“Aku Nggakkkkk Tahu”, jawabku mengakhiri pembicaraan.
Setelah pulang kerja saya pun langsung buka kamus bahas Indonesia untuk mencari arti kata “OBSESI”.
Dapat deh, obsesi adalah gangguan jiwa berupa pikiran yg selalu menggoda seseorang dan sangat sukar dihilangkan.
Sumpah sampai sekarang masih tetep nggak ngerti maksud pembicaraanya.
Mungkin gini kali yah
“Cinta sejati itu mengalir begitu saja, tak pernah punya alasan untuk mencintai, sedangkan OBSESI lebih ke perasaan  ingin memiliki seseorang”
Hah..nggak nyambung!!

Lalu bagaimana dengan kisahmu termasuk Cinta Sejati Atau Hanya Obsesi?


Rabu, 22 Februari 2012

Gagal Jadi Menantu




“Bukannya aku tak sayang kamu lagi”,jawabmu ketika kutanya perihal permbatalan pertunangan yg tlah kita tentukan harinya…..aku masih sayang kamu, tapi…”, ucapmu menggantung.
“tapi apah?”,ujarku berusaha untuk tenang sambil menatap matamu lekat.
Aku tahu hal ini membuatmu menjadi salah tingkah dan kamu pun tertunduk menatap hamparan pasir putih pantai dreamland tempat ku dan kamu terduduk.
“udah lah mas nggak perlu kamu jawab, aku sudah tahu”,jawabku mengibaskan tangan kananku ke udara. Mama kamu khan…..”,lanjutku dan secepat kilat beranjak dari tempatku duduk.
“mama kamu nggak setuju dengan hubungan kita”,jawabku datar tapi  sambil tetap tersnyum manis pada kekasihku itu.
Kamu masih tetap diam dan tak berani beradu dengan mataku. Aku berjalan menuju bibir pantai dreamland, membiarkan kakiku tersentuh oleh lembuntnya ombak. Beberapa detik kemudian, aku tahu kamu mengikuti langkahku hingga ke bibir pantai.
“Rahmi…dengarkan aku dulu”,ujarmu kemudian sembari menggegam tanganku.
“iyah…aku dengarkan mass”,ucapku dengan nada pelan .
“mi…maksud mama thu baik, beliau mengininkan kita nantinya hidup bahagia”,ucapmu mengawali pembicaraan.
Aku mengangguk pelan tanda setuju dengan perkataanmu.
“jadi mi, mama ingin calon menantunya itu harus bekerja paling enggak bisa menetap atau lebih bagus lagi bisa jadi pegawai negeri”,ujarmu.
“intinya mama kamu nggak setuju khan mas, kalau kamu menikah denganku”,tandasku. Seperti yang kamu tahu, aku wartawan abal-abal yang gak jelas kerjaannya”, lanjutku kemudian.
“bukan gitu rahmi….”,ucapmu kali ini menatap mata ku.
“lantas…”,jawabku secepat kilat dengan kedua tangan menengadah ke atas.
“makanya kamu harus usaha agar bisa jadi pegawai negeri mi atau paling tidak kamu keluar dari pekerjaanmu yang sekarang”,ucapmu.
Sejenak hening.
Aku tertunduk diam, berusaha untuk menahan air mata yang mengganggu pandangan mataku.
“mas…aku nggak tahu bagaimana caranya aku bisa menjadi seorang pegawai negeri”,ujarku dengan suara sedikit tercekat. Bukannya aku nggak mau berusaha untuk mewujudkan keinginan kamu mas, sudah berkali-kali aku mencoba untuk mengikuti tes masuk pegawai negeri, berkali-kali pula aku harus gagal.
“iya aku tahu mi”, selalu itu jawabmu. Kamu tahu tapi tidak paham dengan apa yang aku rasakan.
“mungkin memang rejeki saya tidak di situ tapi di tempat lain”,ujarku.
“Rahmi, percayalah mama cuman menginginkan yg terbaik untuk kita berdua”,ujarmu membelai lembut rambutku.
“saya paham mas, tapi yang terbaik menurut mama belum tentu terbaik juga buat kita mas”,ucapku. apakah dengan menjadi pegawai negeri sudah dijamin hidup kita akan bahagia?Kebahagiaan itu terletak pada diri kita sendiri mas, bukan jabatan/posisi yg kita punya.
“Rahmi…”,
“Mas….pliss…kali ini dengarkan rahmi, kasih kesempatan buat Rahmi berpendaapat”.ujarku dengan intonasi sedikit tinggi.
“oke”
“Jabatan dan status itu hanyalah sementara dan bukan berarti kita tidak sukses kalo tidak bisa menjadi pegawai negeri, kesuksesan bisa kita raih dimanapun, asalkan kita mau berdoa dan usaha”,ucapku tegas.
Kamu terdiam dan menarik napas panjang, seolah ada beban yang ingin kau lepaskan dari benakmu.
“Aku tahu mas, aku dan keluargamu berbeda. Kamu dilahirkan sebagai keturunan berdarah biru sedangkan aku hanya rakyat biasa. Mama dan papa kamu adalah seseorang yang terpandang di kota bantul Jogjakarta. Tak dapat di pungkiri klo kedua orang tua mu pun juga memnginginkan seorang menantu yang sejajar kedudukannya dengan keluargamu”
“Cinta ku nggak pernah egois…maka aku rela melepasmu jika itu bisa membuatmu dan keluargamu bahagia”,ujarku menatap wajah lelaki yang sudah hamper empat tahun menjadi kekasihku itu.
Air mata yang sedari tadi kutahan-tahan, akhirnya mencair juga. Buliran-buliran halus berupa air kini telah membanjiri wajahku. Aku berjalan menjauh dari kekasihku. Aku masih berjalan menyusuri bibir pantai dan menikmati sentuhan lembut ombak. Dan kali  ini dia tidak mengikuti lagi.
Aku berhenti sejenak, ku tengok ke atas sana, langit menyajikan warna jingga yang sempurna di mataku, dan ini pertanda senja akan segara berganti menjadi malam. Begitu juga dengan kehidupan ini, selalu ada perpisahan setelah pertemuan, selalu ada kematian setelah datang kelahiran.

Cinta itu ibarat sepasang sepatu, walau berbeda bentuk tapi saling melengkapi jika diantaranya menghilang.