Rabu, 22 Februari 2012

Gagal Jadi Menantu




“Bukannya aku tak sayang kamu lagi”,jawabmu ketika kutanya perihal permbatalan pertunangan yg tlah kita tentukan harinya…..aku masih sayang kamu, tapi…”, ucapmu menggantung.
“tapi apah?”,ujarku berusaha untuk tenang sambil menatap matamu lekat.
Aku tahu hal ini membuatmu menjadi salah tingkah dan kamu pun tertunduk menatap hamparan pasir putih pantai dreamland tempat ku dan kamu terduduk.
“udah lah mas nggak perlu kamu jawab, aku sudah tahu”,jawabku mengibaskan tangan kananku ke udara. Mama kamu khan…..”,lanjutku dan secepat kilat beranjak dari tempatku duduk.
“mama kamu nggak setuju dengan hubungan kita”,jawabku datar tapi  sambil tetap tersnyum manis pada kekasihku itu.
Kamu masih tetap diam dan tak berani beradu dengan mataku. Aku berjalan menuju bibir pantai dreamland, membiarkan kakiku tersentuh oleh lembuntnya ombak. Beberapa detik kemudian, aku tahu kamu mengikuti langkahku hingga ke bibir pantai.
“Rahmi…dengarkan aku dulu”,ujarmu kemudian sembari menggegam tanganku.
“iyah…aku dengarkan mass”,ucapku dengan nada pelan .
“mi…maksud mama thu baik, beliau mengininkan kita nantinya hidup bahagia”,ucapmu mengawali pembicaraan.
Aku mengangguk pelan tanda setuju dengan perkataanmu.
“jadi mi, mama ingin calon menantunya itu harus bekerja paling enggak bisa menetap atau lebih bagus lagi bisa jadi pegawai negeri”,ujarmu.
“intinya mama kamu nggak setuju khan mas, kalau kamu menikah denganku”,tandasku. Seperti yang kamu tahu, aku wartawan abal-abal yang gak jelas kerjaannya”, lanjutku kemudian.
“bukan gitu rahmi….”,ucapmu kali ini menatap mata ku.
“lantas…”,jawabku secepat kilat dengan kedua tangan menengadah ke atas.
“makanya kamu harus usaha agar bisa jadi pegawai negeri mi atau paling tidak kamu keluar dari pekerjaanmu yang sekarang”,ucapmu.
Sejenak hening.
Aku tertunduk diam, berusaha untuk menahan air mata yang mengganggu pandangan mataku.
“mas…aku nggak tahu bagaimana caranya aku bisa menjadi seorang pegawai negeri”,ujarku dengan suara sedikit tercekat. Bukannya aku nggak mau berusaha untuk mewujudkan keinginan kamu mas, sudah berkali-kali aku mencoba untuk mengikuti tes masuk pegawai negeri, berkali-kali pula aku harus gagal.
“iya aku tahu mi”, selalu itu jawabmu. Kamu tahu tapi tidak paham dengan apa yang aku rasakan.
“mungkin memang rejeki saya tidak di situ tapi di tempat lain”,ujarku.
“Rahmi, percayalah mama cuman menginginkan yg terbaik untuk kita berdua”,ujarmu membelai lembut rambutku.
“saya paham mas, tapi yang terbaik menurut mama belum tentu terbaik juga buat kita mas”,ucapku. apakah dengan menjadi pegawai negeri sudah dijamin hidup kita akan bahagia?Kebahagiaan itu terletak pada diri kita sendiri mas, bukan jabatan/posisi yg kita punya.
“Rahmi…”,
“Mas….pliss…kali ini dengarkan rahmi, kasih kesempatan buat Rahmi berpendaapat”.ujarku dengan intonasi sedikit tinggi.
“oke”
“Jabatan dan status itu hanyalah sementara dan bukan berarti kita tidak sukses kalo tidak bisa menjadi pegawai negeri, kesuksesan bisa kita raih dimanapun, asalkan kita mau berdoa dan usaha”,ucapku tegas.
Kamu terdiam dan menarik napas panjang, seolah ada beban yang ingin kau lepaskan dari benakmu.
“Aku tahu mas, aku dan keluargamu berbeda. Kamu dilahirkan sebagai keturunan berdarah biru sedangkan aku hanya rakyat biasa. Mama dan papa kamu adalah seseorang yang terpandang di kota bantul Jogjakarta. Tak dapat di pungkiri klo kedua orang tua mu pun juga memnginginkan seorang menantu yang sejajar kedudukannya dengan keluargamu”
“Cinta ku nggak pernah egois…maka aku rela melepasmu jika itu bisa membuatmu dan keluargamu bahagia”,ujarku menatap wajah lelaki yang sudah hamper empat tahun menjadi kekasihku itu.
Air mata yang sedari tadi kutahan-tahan, akhirnya mencair juga. Buliran-buliran halus berupa air kini telah membanjiri wajahku. Aku berjalan menjauh dari kekasihku. Aku masih berjalan menyusuri bibir pantai dan menikmati sentuhan lembut ombak. Dan kali  ini dia tidak mengikuti lagi.
Aku berhenti sejenak, ku tengok ke atas sana, langit menyajikan warna jingga yang sempurna di mataku, dan ini pertanda senja akan segara berganti menjadi malam. Begitu juga dengan kehidupan ini, selalu ada perpisahan setelah pertemuan, selalu ada kematian setelah datang kelahiran.

Cinta itu ibarat sepasang sepatu, walau berbeda bentuk tapi saling melengkapi jika diantaranya menghilang.

0 komentar:

Posting Komentar