Jumat, 08 Juni 2012

Cintaku


Ngurah Rai International Airport, pagi hari, berhambur menuju pintu keluar bandara bersama penumpang pesawat lainya, telah sukses melemparkan diriku ke masa lalu. Saat aku dan kamu masih bersama, membagi kisah, harapan dan juga mimpi. Kau selalu berdiri di sana untuk menjemputku. Lalu dengan senyuman khasmu kau menyambut kedatanganku, mengecup keningku, dan memeluk tubuhku.

Rindu kuberikan label atas rasa yang tiba-tiba memenuhi relung hatiku, rindu pada segaris senyum di wajahmu, kecupan bibirmu juga pelukan hangatmu. Entah kenapa, rasa itu kembali merasukiku ketika aku kembali melangkahkan kakiku di kotamu. Kota yang pernah kutinggalkan demi sekeping kenangan tentang aku dan kamu. Sungguh menyesakkan batin ketika mengingat perpisahan kita di kala senja waktu itu.

Kau kemana, Tom. Sudah hampir dua tahun, Aku tak pernah melihatmu lagi. Apakah kau masih mengingatku?Apakah kau masih sering mendatangi tempat kita dulu? menunggui datangnya senja dengan lembayung jingga bersinar di langit.

Dulu kita sering berkejaran di hamparan pasir putih itu, terduduk di bebatuan, bercerita tentang kita sambil menunggui datangnya Senja. Ah, nyamanya ketika aku berada di dekatmu waktu itu Tom. Ya, aku masih bisa mengingat kita dalam memoriku.

Tapi pagi ini tak ada lagi senyuman, kecupan, dan pelukan darimu lagi untukku,  semenjak kau memutuskan untuk meninggalkan aku, demi kita.

Sehari setelah perpisahan kita sore itu, betapa aku berharap kau akan mencariku di sini, di tempat biasanya kita menunggui datangnya senja setiap sore. Kau datang dengan senyum khasmu, membawa serpihan mimpi yang telah kau hancurkan lalu kembali merajutnya bersamaku. Tetapi tidak, ternyata aku salah, kau tak lagi datang untuk mencariku.

Senja lenyap di barat, saat kau menelponku dan berkata “Apa kau baik-baik saja Senja?”
Bagiku itu hanyalah sebuah pertanyaan bodoh, Tom, percuma kau ajukan padaku. Sebenarnya kau pun tahu bagaimana aku tanpamu.
“Aku akan baik-baik saja, Tom…. asal ada kamu di sini,” Ujarku dengan suara parau.
 “Senja, kita kan masih bisa berteman?” ucapmu.
“Tentu saja kita tidak bisa kembali menjadi seorang teman, Tom.” Ujarku tegas.
“Senja, bukankah cinta itu tak harus memiliki?” ujarnmu sungguh membuatku kecewa.
 “Bagiku, cinta itu harus memiliki, tak ingin kehilangan,” Jawabku menggebu.
“Egois memang, tapi bukankah ini manusiawi, Tom?”, lanjutku. Dan kau hanya diam membisu di seberang sana.

Pada akhirnya “kita”  memang harus berakhir, cinta kita harus menyerah pada perbedaan adat dan aturan yang di buat para leluhur. Ah, entahlah aku tak mengerti akan hal itu, yang kutahu perbedaan itu ada agar kita saling mengasihi dan menyayangi. 

0 komentar:

Posting Komentar